CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 13 Januari 2010

Blessing (10)

Showing posts with label Blessing. Show all posts

Malaikat Yang Baik

23Dec2009

Alkisah, di surga seorang malaikat senior sedang membimbing seorang malaikat junior yang akan melakukan PKN (Praktik Kerja Nyata) di bumi.

Malaikat Senior : “Dik, sudah saatnya kamu melihat bagaimana kehidupan di bumi. Nanti kalau kita sudah tiba di bumi, pelajari segala sesuatu dengan baik ya, tapi ingat, kamu tidak usah bicara macam-macam kepada orang-orang di bumi, biar aku saja yang berbicara. Mengerti?”

Malaikat Junior: “Baik, Bang!”

Maka turunlah kedua malaikat tersebut ke bumi. Di bumi mereka mengambil rupa sebagai orang miskin. Setelah sehari penuh melakukan perjalanan, tibalah mereka di rumah seorang yang sangat kaya tetapi sangat kikir dan mengetuk pintu rumah tersebut sebab mereka mencari tumpangan untuk menginap.

Malakat Senior : “Pak, bolehkah kami menumpang di rumah Bapak untuk semalam saja? Kami sudah sangat kelelahan dan tidak ada tempat untuk kami berteduh.”

Orang Kaya : “Hmmm... Bagaimana ya...” (Orang Kaya tersebut ragu-ragu untuk memberi tumpangan, padahal rumahnya sangat besar dan ada banyak kamar di dalamnya)

Malaikat Senior : “Hanya semalam saja Pak, dan percayalah, kami tidak mempunyai maksud jahat kepada Bapak.”

Orang Kaya : “Baiklah, kalian boleh menginap di rumahku ini, tapi hanya untuk semalam saja, ya! Aku mempunyai gudang di belakang rumah, kalian boleh tidur di sana, tapi ingat, jangan berbuat macam-macam, atau kupanggil satpam untuk mengusir kalian!”

Malaikat senior : “Baik Pak, kami mengerti. Terima kasih.”

Maka masuklah kedua malaikat itu ke rumah tersebut menuju gudang di belakang rumah. Gudang tersebut sudah sangat jelek dan kotor karena hampir tidak pernah dibersihkan, bahkan beberapa bagian temboknya sudah hancur dan berlubang. Malaikat Junior karena sudah sangat lelah kemudian langsung tertidur, sedangkan Malaikat Senior malah berinisiatif untuk memperbaiki tembok yang berlubang. Dengan kemampuan supranaturalnya, tertambal lah tembok yang berlubang tersebut.

Keesokan paginya, kedua malaikat tersebut berpamitan kepada pemilik rumah (si orang kaya). Si Orang Kaya karena kekhawatirannya memeriksa gudang rumahnya dan didapatinya bahwa tembok gudang tersebut telah diperbaiki. Ia sangat senang karena tanpa harus memanggil tukang bangunan dan mengeluarkan uang, kondisi tembok yang tadinya berlubang sudah kembali baik.

Kedua malaikat melanjutkan perjalanan mereka dan tibalah mereka di rumah sepasang suami istri yang sudah tua dan miskin namun sangat ramah dan baik hati. Kondisi rumah tersebut sudah sangat buruk, karena suami istri tersebut tidak mampu untuk memperbaiki rumah mereka. Mereka sudah tidak mempunyai apa-apa lagi, satu-satunya harta yang paling berharga yang mereka miliki adalah seekor sapi yang ada di belakang rumah mereka. Kedua malaikat mengetuk pintu rumah tersebut dan sang Suami membuka pintu rumah dan menyambut dengan ramah kedua malaikat itu.

Malakat Senior : “Pak, bolehkah kami menumpang di rumah Bapak untuk semalam?”

Suami Miskin : “Oh, silakan, Nak... kami justru sangat senang dengan kehadiran kalian, karena sudah lama kami tidak kedatangan tamu. Mari, silakan masuk.”

Malaikat Senior : “Terima kasih, Pak.”

Maka masuklah kedua malaikat ke dalam rumah, dan di dalam rumah sang Istri pun menyambut dengan sangat ramah dan menjamu mereka. Mereka pun berbincang-bincang sampai tiba saatnya untuk beristirahat.

Suami Miskin : “Karena di rumah ini hanya ada satu kamar, yaitu kamar kami saja, kalian boleh menggunakan kamar tersebut, biar aku dan istriku tidur di dipan di belakang saja.”

Malaikat Senior : “Tapi Pak, kami kan menumpang di rumah ini...”

Suami Miskin : “Ah, tidak apa-apa kok.”

Malaikat Senior : “Terima kasih atas kebaikan Bapak.”

Akhirnya, suami istri dan kedua malaikat pun beristirahat. Malaikat Junior, seperti biasa, lebih dahulu terlelap daripada Malaikat Senior. Keesokan harinya, saat kedua malaikat terbangun, mereka mendapati sang Suami dan Istri menangis di belakang rumah.

Malaikat Senior : “Ada apa, Pak? Mengapa Bapak menangis?”

Suami Miskin : “Nak, bagaimana kami tidak bersedih, harta kami satu-satunya yang paling berharga, sapi milik kami, kini telah mati...”

Malaikat Senior : “Sudahlah, Pak, jangan bersedih lagi. Nanti Tuhan pasti akan memberikan gantinya untuk Bapak. Bersabar saja ya, Pak...”

Kemudian setalah menghibur suami istri itu dan berbincang sejenak dengan mereka, kedua malaikat berpamitan kepada keluarga tersebut. Kedua malaikat kemudian memutuskan kembali ke surga. Di dalam perjalanan menuju surga, akhirnya Malaikat Junior dengan penasaran dan penuh rasa heran bertanya kepada Malaikat Senior.

Malaikat Junior : “Bagaimana sih, Abang ini? Waktu kita menginap di rumah orang kaya yang kikir, Abang kok malah menolong orang itu dengan memperbaiki tembok gudangnya. Eh, sedangkan waktu kita menginap di rumah keluarga miskin, Abang malah tidak menolong mereka dengan memohon kepada Tuhan agar menghidupkan sapi milik mereka, padahal mereka sudah sangat baik kepada kita. Kasihan kan mereka... Padahal sapi itu adalah satu-satunya harta mereka yang paling berharga yang tersisa!”

Malaikat Senior: ”Kamu sih selalu tidur lebih awal, jadi kamu tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi. Biar kujelaskan ya, sebenarnya di dalam tembok gudang orang kaya itu terdapat banyak emas & benda-benda berharga lainnya. Aku berpikir, rasanya orang yang kikir seperti dia sudah tidak pantas dan layak lagi mendapat harta lebih banyak. Jadi aku menambal tembok tersebut justru supaya dia tidak bisa menemukannya. Sedangkan sewaktu kita menginap di rumah keluarga miskin, pada saat tengah malam waktu semua sudah terlelap, kecuali aku, datanglah rekan kerja kita, si malaikat maut, untuk mengambil nyawa sang Istri. Jadi waktu kulihat kejadian itu, aku berpikir, kasihan si Suami kalau istrinya diambil, pasti ia akan kesepian dan sangat bersedih, karena hanya istrinya lah keluarga bahkan sahabat satu-satunya di dunia ini. Lalu aku pun menyampaikan kepada malaikat maut supaya ia jangan mengambil nyawa sang Istri. Tapi malaikat maut bilang harus ada sesuatu yang bernyawa yang harus diambil sebagai ganti agar nyawa si Istri tidak diambil. Lalu aku berpikir, kan ada seekor sapi di belakang rumah, maka aku pun menawarkan supaya nyawa sapi itu saja yang diambil. Itulah sebabnya mengapa saat kita bangun, sapi tersebut sudah mati. Begitu lho ceritanya...”

Malaikat Junior : “Ooo...”

Ada banyak hal-hal di dalam hidup ini yang secara kasat mata kita anggap sebagi sesuatu yang buruk. Apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kita sudah berdoa kepada Tuhan dan melakukan apa yang Tuhan perintahkan kepada kita, namun tetap saja rasanya kebaikan tidak berpihak kepada kita. Tetap saja keadaan hidup kita tidak berubah bahkan menjadi lebih buruk. Sedangkan orang lain yang mungkin tidak pernah dekat dengan Tuhan, tidak mengindahkan firmanNya, bahkan jahat perbuatannya, malah sepertinya selalu beruntung! Kita merasa Tuhan tidak adil! Kita merasa Tuhan memang menginginkan kita menderita! Namun semua hal-hal yang kita pikirkan tersebut sama sekali tidak benar. Karena keterbatasan jangkauan pikiran kita lah yang membuat kita tidak mampu untuk melihat kebaikan di balik apa yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita. Mungkin Tuhan tidak mengabulkan apa yang kita mohonkan, namun itu bukan karena Ia tidak mengasihi kita. Justru karena kasihNya lah, maka Ia tidak mengabulkannya. Mungkin apabila Tuhan berikan, justru akan membawa kita jauh dari Tuhan bahkan mencelakakan kita! Demikian juga dengan segala berkat dan kelimpahan yang kita terima dari Tuhan, kalau kita tidak mampu mengelolanya dengan baik dan dipersembahkan untuk kemulian Tuhan, tetapi hanya untuk kesenangan kita sendiri, bukan tidak mungkin justru akan membawa hidup kita kepada kehancuran! (ingat kisah Salomo pada masa tuanya)

Ingatlah, Tuhan selalu merancangkan hal yang indah bagi hidup kita (Yer 29:11). Segala sesuatu yang mungkin saat ini kita alami, apakah itu hal yang baik maupun yang kurang baik, bahkan hal yang buruk sekalipun, jika kita dapat menerimanya dengan penuh ucapan syukur (1 Tes 5:18), maka kita akan tetap merasakan damai sejahtera Allah melimpah dalam hidup kita (Ef 4:6-7). Sebagaimana Allah mengizinkan hal-hal yang buruk menimpa Yusuf, bukan untuk menghancurkannya, tetapi justru untuk membawa Yusuf agar menjadi penolong dan berkat bagi banyak orang. Bersabarlah, nantikankanlah jawaban dan berkat-berkatNya, karena Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya (Pkh 3:11).

Have a great monday...Tuhan memberkati..


John Wesley

16Nov2009

Ayah John Wesley adalah seorang pendeta dan ia menghidupi keluarganya dari gajiannya yang kecil sebagai pendeta. John wesley melihat betapa miskin dan menderitanya keluarganya saat itu. Oleh karena hal inilah maka ketika ia memutuskan untuk terjun di dalam pelayanan, ia tidak pernah mengharapkan akan mendapatkan uang yang banyak dan menjalani kehidupan yang berkecukupan. Ternyata, ia mengalami kehidupan yang lebih baik daripada ayahnya. Ia mendapatkan kesempatan untuk mengajar di Universitas Oxford dan mulai dari situ keadaan keuangan membaik. kedudukan yang cukup penting membuatnya mendapatkan bayaran yang lumayan banyak, yaitu 30 poundsterling per tahunnya, gaji yang yang lebih dari cukup untuk membiayai hidupnya sebagai bujangan pada saat itu. uang yang banyak, membuat John memuaskan dirinya dengan berbagai kesenangan.

Suatu hari di musim dingin setelah John baru selesai memasang lukisan mahal yang dibelinya, seorang pembantu datang untuk membersihkan kamarnya. Ia melihat bahwa pembantu itu tidak memiliki pakaian tebal untuk menghangatkan tubuhnya, selain sehelai pakaian tipis yang membungkus tubuhnya di musim dingin itu. John bermaksud memberinya uang untuk membeli baju hangat, tetapi uangnya di belanjakan untuk lukisan-lukisan mahal.

Saat itulah John Menyadari bahwa Tuhan pasti tidak berkenan dengan caranya menggunakan uang. Peristiwa musin dingin itu, akhirnya mengubah pandangan hidup John. Maka mulailah ia membatasi penggunaan uangnya, agar bisa memberi kepada mereka yang berkekurangan. setelah mencatat semua kebutuhan hidupnya, ternyata ia hanya membutuhkan 28 poundsterling dan ini berarti ia mempunyai 2 poundsterling untuk disumbangkan kepada orang miskin.
Tahun berikutnya, gajinya menjadi 60 poudsterling atau dua kali lipat dari gajinya semula, tetapi ia masih dapat menekan kebutuhan hidupnya dengan jumlah semula, yaitu 28 poundsterling dan ia memiliki 32 poundsterling untuk diberikan kepada sesamanya yang benar- benar membutuhkan.

Tahun berikutnya, gajinya naik lagi menjadi 90 poundsterling, namun biaya hidupnya tetap 28 poundsterling dan sisanya 62 poundsterling ia berikan untuk orang-orang miskin. Selanjutnya gajinya terus naik, sehingga ia mendapatkan jumlah yang semakin banyak untuk diberikan.

John Wesley mengajarkan sesuatu yang sudah semakin sulit kita temukan sekarang , yaitu semakin besar pendapatan, semakin besar pula pemberian kita. ‘Kita sudah terbiasa dengan pola' semakin besar pendapatan, semakin tinggi taraf hidup, semakin besar pengeluaran.

John Wesley berkata, "Bagaimana mungkin saya mengoleksi barang-barang yang mahal yang tidak terlalu penting sementara banyak orang yang membutuhkan roti untuk tetap bertahan hidup?"

Renungkanlah teladan John wesley ini, kita harus bijaksana di dalam menggunakan uang dan berkat yang Tuhan berikan. Semakin bijak kita menggunakan uang, semakin besar yang Tuhan percayakan.


Apa Yang Terjadi, Bila...

05Oct2009
Apa yang terjadi, bila TUHAN tidak ada waktu untuk memberkati kita hari ini,
karena kita tidak mempunyai waktu untuk bersyukur kepada-Nya kemarin hari

Apa yang terjadi, bila TUHAN tidak lagi membimbing kita esok hari,
karena kita tidak mengikuti-Nya hari ini

Apa yang terjadi, bila kita tidak akan pernah melihat setangkai bunga mekar,
karena kita mengomel bila TUHAN mengirim hujan

Apa yang terjadi, bila TUHAN tidak lagi berjalan bersama kita hari ini,
karena kita tidak ingat hari ini adalah hari-Nya

Apa yang terjadi, bila TUHAN mengambil Alkitab kita,
karena kita tidak mau membacanya hari ini

Apa yang terjadi, bila TUHAN tidak lagi meninggalkan pesan-Nya,
karena kita tidak mau mendengar kepada utusan-Nya

Apa yang terjadi, bila TUHAN tidak mengutus Anak-Nya yang tunggal
untuk menebus dan membayar harga bagi dosa-dosa kita

Apa yang terjadi, bila pintu-pintu gereja ditutup,
karena kita tidak membuka pintu hati kita

Apa yang terjadi, bila TUHAN tidak lagi mengasihi kita dan memelihara kita,
karena kita tidak mau mengasihi dan mempedulikan orang lain

Apa yang terjadi, bila TUHAN tidak mendengar kita hari ini,
karena kita tidak mau mendengar-Nya kemarin

Apa yang terjadi, bila TUHAN menjawab doa-doa kita
dengan cara yang sama kita menjawab panggilan-Nya dalam pelayanan

Apa yang terjadi, bila TUHAN memenuhi kebutuhan kita
dengan cara yang sama kita memberikan hidup kita kepada-Nya?

Apa yang terjadi, bila TUHAN tidak peduli lagi?


Memberi

29Sep2009

Alkisah ada seorang anak berumur belasan tahun bernama Clark, yang pada suatu malam akan menonton sirkus bersama ayahnya. Ketika tiba di loket, Clark dan Ayahnya mengantri di belakang serombongan keluarga besar yang terdiri dari Bapak, Ibu dan 8 orang anaknya. Keluarga tadi terlihat bahagia malam itu dapat menonton sirkus. Dari pembicaraan yang terdengar oleh Clark dan Ayahnya, Clark tahu bahwa Bapak ke-8 anak tadi telah bekerja ekstra untuk dapat mengajak anak-anaknya menonton sirkus malam itu. Namun, ketika sampai di loket dan hendak membayar, wajah Bapak 8 anak tadi nampak pucat pasi. Ternyata uang 40 dollar yang telah dikumpulkannya dengan susah payah, tidak cukup untuk membayar tiket untuk 2 orang dewasa dan 8 anak yang total harganya 60 dollar. Pasangan suami istri itu pun saling berbisik, bagaimana harus mengatakan kepada anak-anak mereka bahwa malam itu mereka batal nonton sirkus karena uangnya kurang. Sementara anak-anaknya tampak begitu gembira dan sudah tidak sabar untuk segera masuk ke sirkus.

Tiba-tiba Ayah Clark menyapa Bapak 8 anak tadi dan berkata, “Maaf Pak, uang ini tadi jatuh dari saku Bapak”, sambil menjulurkan lembaran 20 dollar dan mengedipkan sebelah matanya. Bapak 8 anak tadi takjub dengan apa yg dilakukan Ayah Clark. Dengan mata berkaca-kaca, ia menerima uang tadi dan mengucapkan terima kasih kepada Ayah Clark, dan menyatakan betapa 20 dollar tadi sangat berarti bagi keluarganya. Tiket seharga 60 dollar pun terbayar dan dengan riang gembira keluarga besar itupun pun segera masuk ke dalam sirkus.

Setelah rombongan tadi masuk, Clark dan Ayahnya segera bergegas pulang. Ya, mereka batal nonton sirkus, karena uang Ayah Clark sudah diberikan kepada Bapak 8 anak tadi. Malam itu, Clark merasa sangat bahagia. Ia tidak dapat menyaksikan sirkus, tapi telah menyaksikan dua orang Ayah hebat.

Cerita di atas mengingatkan saya akan kekuatan memberi. The Power of Giving. Lebih tepatnya lagi “Giving and Receiving”. Karena memberi dan menerima, adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Dari cerita diatas, ada dua kebahagiaan yang terjadi dalam aktifitas memberi. Yaitu kebahagiaan bagi yang menerima, dan sekaligus kebahagiaan yang diperoleh si pemberi. Bapak 8 anak yang “diselamatkan” oleh Ayahnya Clark, tentu pada saat itu akan merasa sangat bahagia. Tapi Ayah Clark sendiri juga merasakan kebahagiaan yang sangat luar-biasa.

Kekuatan memberi (dan menerima) ini demikian dahsyat karena merupakan esensi dari alam semesta itu sendiri. Tidak berlebihan apabila Deepak Chopra dalam 7 Spiritual Law of Success mencantumkan “Law of Giving” sebagai hukum kedua untuk sukses. Alam semesta berjalan menurut sirkulasi memberi dan menerima. Coba kita perhatikan.. Dalam seluruh fenomena alam, berjalan hukum memberi dan menerima. Manusia menghirup oksigen, dan menghembuskan karbon-dioksida, sementara tanaman menggunakan karbon-dioksida dalam proses foto sintesa dan membebaskan oksigen. Proses memberi dan menerima, membuat segala sesuatu di alam semesta ini berjalan, mengalir. Orang-orang jaman dahulu rupanya sangat memahami hal ini. Misalnya uang, alat tukar, dalam bahasa Inggris disebut currency, yang akar katanya adalah bahasa latin currere yang artinya mengalir. Pertanyaan yang paling sering muncul adalah : Apakah yang harus saya berikan? Jawabannya sama dengan pertanyaan : Apa yang Anda ingin dapatkan? Jika Anda ingin mendapatkan kasih-sayang, berikan kasih sayang. Jika Anda ingin pengetahuan, sebarkanlah pengetahuan. Jika Anda ingin uang, maka berikanlah uang. Ya, ini sesuai dengan prinsip memberi dan menerima di atas, apa yang mengalir keluar dari Anda, adalah apa yang akan mengalir kembali kepada Anda. Alam semesta mengikuti hukum ini. Bahkan yang mengalir kembali kepada Anda, selalu lebih besar dari yang mengalir keluar dari Anda, karena semesta jauh lebih besar dari Anda! Jadi jika Anda ingin banyak uang, berikan uang. Ada yang bertanya, lalu bagaimana jika uang Anda belum banyak? Wah, kalau begitu Anda perlu memberi lebih banyak lagi :)

Seandainya giving belum menjadi habit, sebetulnya ada beberapa tips yg bisa Anda terapkan. Jika dilaksanakan secara rutin, akan memperkuat syaraf giving Anda:

1. Hadiah.
Kemanapun Anda pergi untuk bertemu dengan seseorang, usahakan membawakan suatu hadiah, apapun bentuk hadiah tadi. Hal ini sebenarnya sudah diajarkan oleh orang tua kita jaman dahulu, namun sering kita lupakan. Perhatikan saja, orang tua kita dahulu setiap berkunjung ke rumah teman atau saudara selalu membawa oleh-oleh. Anda juga bisa memulai kebiasaan ini. Mungkin sekedar membawa sebungkus coklat, bunga atau doa. Ya, kalaupun terpaksa tangan Anda kosong, berikan doa ketika Anda bertemu dengan seseorang.

2. Bersyukur.
Syukuri setiap pemberian yang Anda terima hari ini. Lho, bagaimana jika hari ini saya tidak menerima pemberian apa-apa? Salah, Anda pasti menerima sesuatu dari alam semesta. Mulai dari udara pagi yang cerah, sinar matahari yang hangat, sapaan tetangga yang ramah, bahkan teguran dari orang tidak dikenal, bertemu teman lama yang Anda rindukan, dan masih banyak lagi. Ya tentu lebih konkret lagi apabila tiba-tiba hari ini ada yang memberikan handphone atau iPod baru kepada Anda. Jelas Anda harus syukuri apa yang Anda terima.

3. Cinta.
Berkomitmenlah untuk selalu berbagi apa yang Anda sebetulnya bisa berikan setiap saat : Cinta. Mungkin Anda langsung tertawa. Ah, kalau cuma cinta saya sudah berikan setiap saat untuk keluarga saya. Mungkin Anda benar. Yang harus Anda ingat adalah seperti kata Stephen Covey, Cinta adalah kata kerja, bukan kata benda. Artinya, harus di praktek-kan. Ya, kalau Anda sudah memiliki cinta untuk orang-orang terdekat Anda, praktek-kan. Berapa kali Anda dalam sehari memeluk dan mengusap kepala anak Anda? Berapa kali Anda dalam sehari mengucapkan bahwa Anda sayang suami/istri Anda?

4. Tawa.
Ini bukan hal sepele. Tertawa adalah ekspresi kebahagiaan. Bantulah orang-orang di sekitar Anda mengekspresikan rasa bahagia melalui tertawa. Berapa kali dalam sehari Anda tertawa? Tahukan Anda bahwa seorang anak tertawa rata2 150 kali dalam sehari, dan orang dewasa hanya 15 kali dalam sehari. Bergembiralah, bagikan tawa di rumah Anda, jika tidak nanti anak Anda lebih menyukai Mas Tukul daripada Anda.

5. Pengetahuan.
Anda pasti tahu sesuatu lebih baik dari seseorang. Mungkin Anda jago mengurus ikan Arwana, bagikan. Anda pintar dalam mengurus tanaman Aglonema? Bagikan. Anda pintar memasak, tulis resep dan bagikan. Bagikan pengetahuan Anda, karena pengetahuan adalah gift dari Yang Maha Kuasa.


Semangat Peter

05Aug2009

Peter adalah seorang anak yang baru saja bertobat. Walaupun baru berusia 12 tahun, ia ingin sekali bisa melakukan sesuatu untuk menyaksikan kabar baik, tetapi ia tidak tahu harus berbuat apa. Ayahnya menyuruh Peter untuk berdoa dan meminta pertolongan Tuhan untuk mewujudkan kerinduan Peter.

Seminggu telah lewat. Namun rasanya belum ada cara yang tepat untuk bersaksi. Siang itu di gereja, Peter sedang menunggu ayahnya. KEtika ia melihat ke arah halaman, ia melihat rumput yang sudah meninggi tidak teratur. Tiba-tiba saja ia berkeinginan untuk menjadi sukarelawan memotong rumput di gereja. Ketika ia mengutarakan keinginannya, niat itu langsung disetujui oleh bapak pendeta.

Hari Sabtu pagi, Peter berangkat ke gereja untuk memotong rumput. Berbekal mesin pemotong yang dipinjamnya dari Pak Smith, tetangganya. Peter mulai bekerja seorang diri. Tidak ada yang menegurnya. Tidak ada yang memperhatikannya. Peter terus bekerja dengan tekun.

Sore harinya, pak pendeta tampak terkejut melihat halaman gereja. Memang tidak serapi jika dikerjakan oleh tukang, tetapi apa yang Peter lakukan sebagai seorang bocah berusia 12 tahun sudah membuatnya tercengang. Halaman itu sekarang terlihat bersih. Keesokan harinya, pak pendeta sudah mengadakan rapat dengan seluruh kepemimpinan gereja dan mengusulkan agar apa yang sudah dilakukan Peter, bisa menjadi sebuah program di komunitas itu. Hal itu disetujui.

Minggu berikutnya, gereja mengadakan kerja bakti untuk memotong rumput di komunitas sekitar. Hal itu tentu saja disambut dengan baik oleh warga disana. Lingkungan menjadi baik dan juga menghemat ratusan dollar biaya kebersihan. Hal ini kemudian terdengar oleh Walikota. Ia sangat senang kemudian menyampaikan kisah Peter ini ke Gubernur negara bagian. Minggu berikutnya, gereja di negara bagian itu mengadakan kerja bakti memotong rumput di daerah mereka masing-masing.

Dimulai dari kerinduan Peter untuk menjadi berkat, ia mau melakukan hal yang sepele, tetapi Tuhan bekerja di dalamnya, sehingga kisah tentang Peter ini terus bergulir meluas dan terus diingat disana. Kamu tidak perlu melakukan hal besar untuk bisa membawa kabar baik kepada banyak orang, tetapi kamu bisa memulainya dari hal kecil yang sederhana, dan biarlah Tuhan melakukan bagian yang lebih besar.


Rantai Kebaikan

31Jul2009

Pada suatu hari seorang pria melihat seorang wanita lanjut usia sedang berdiri kebingungan di pinggir jalan. Meskipun hari agak gelap, pria itu dapat melihat bahwa sang nyonya sedang membutuhkan pertolongan. Maka pria itu menghentikan mobilnya di depan mobil Benz wanita itu dan keluar menghampirinya.

Mobil Pontiac-nya masih menyala ketika pria itu mendekati sang nyonya. Meskipun pria itu tersenyum, wanita itu masih ketakutan. Tak ada seorangpun berhenti menolongnya selama beberapa jam ini. Apakah pria ini akan melukainya? Pria itu kelihatan tak baik. Ia kelihatan miskin dan kelaparan. Sang pria dapat melihat bahwa wanita itu ketakutan, sementara berdiri di sana kedinginan. Ia mengetahui bagaimana perasaan wanita itu. Ketakutan itu membuat sang nyonya tambah kedinginan.

Kata pria itu, “Saya di sini untuk menolong Anda, Nyonya. Masuk ke dalam mobil saja supaya anda merasa hangat! Ngomong-ngomong, nama saya Bryan Anderson.”

Wah, sebenarnya ia hanya mengalami ban kempes, namun bagi wanita lanjut seperti dia, kejadian itu cukup buruk. Bryan merangkak ke bawah bagian sedan, mencari tempat untuk memasang dongkrak. Selama mendongkrak itu beberapa kali jari-jarinya membentur tanah. Segera ia dapat mengganti ban itu. Namun akibatnya ia jadi kotor dan tangannya terluka. Ketika pria itu mengencangkan baut-baut roda ban, wanita itu menurunkan kaca mobilnya dan mencoba ngobrol dengan pria itu. Ia mengatakan kepada pria itu bahwa ia berasal dari St. Louis dan hanya sedang lewat di jalan ini. Ia sangat berutang budi atas pertolongan pria itu.

Bryan hanya tersenyum ketika ia menutup bagasi mobil wanita itu. Sang nyonya menanyakan berapa yang harus ia bayar sebagai ungkapan terima kasihnya. Berapapun jumlahnya tidak menjadi masalah bagi wanita kaya itu. Ia sudah membayangkan semua hal mengerikan yang mungkin terjadi seandainya pria itu tak menolongnya. Bryan tak pernah berpikir untuk mendapat bayaran. Ia menolong orang lain tanpa pamrih. Ia biasa menolong orang yang dalam kesulitan, dan Tuhan mengetahui bahwa banyak orang telah menolong dirinya pada waktu yang lalu. Ia biasa menjalani kehidupan seperti itu, dan tidak pernah ia berbuat hal sebaliknya.

Pria itu mengatakan kepada sang nyonya bahwa seandainya ia ingin membalas kebaikannya, pada waktu berikutnya wanita itu melihat seseorang yang memerlukan bantuan, ia dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada orang itu, dan Bryan menambahkan, “Dan ingatlah kepada saya.” Bryan menunggu sampai wanita itu menyalakan mobilnya dan berlalu. Hari itu dingin dan membuat orang depresi, namun pria itu merasa nyaman ketika ia pulang ke rumah, menembus kegelapan senja.

Beberapa kilometer dari tempat itu sang nyonya melihat sebuah kafe kecil. Ia turun dari mobilnya untuk sekedar mencari makanan kecil, dan menghangatkan badan sebelum pulang ke rumah. Restoran itu nampak agak kotor. Di luar kafe itu ada dua pompa bensin yang sudah tua. Pemandangan di sekitar tempat itu sangat asing baginya. Sang pelayan mendatangi wanita itu dan membawakan handuk bersih untuk mengelap rambut wanita itu yang basah. Pelayan itu tersenyum manis meskipun ia tak dapat menyembunyikan kelelahannya berdiri sepanjang hari. Sang nyonya melihat bahwa pelayan wanita itu sedang hamil hampir delapan bulan, namun pelayan itu tak membiarkan keadaan dirinya mempengaruhi sikap pelayanannya

Kepada para pelanggan restoran. Wanita lanjut itu heran bagaimana pelayan yang tidak punya apa-apa ini dapat memberikan suatu pelayanan yang baik kepada orang asing seperti dirinya. Dan wanita lanjut itu ingat kepada Bryan. Setelah wanita itu menyelesaikan makanannya, ia membayar dengan uang kertas $100. Pelayan wanita itu dengan cepat pergi untuk memberi uang kembalian kepada wanita itu. Ketika kembali ke mejanya, sayang sekali wanita itu sudah pergi. Pelayan itu bingung kemana perginya wanita itu. Kemudian ia melihat sesuatu tertulis pada lap di meja itu. Ada butiran air mata ketika pelayan itu membaca apa yang ditulis wanita itu :

“Engkau tidak berutang apa-apa kepada saya. Saya juga pernah ditolong orang. Seseorang yang telah menolong saya, berbuat hal yang sama seperti yang saya lakukan. Jika engkau ingin membalas kebaikan saya, inilah yang harus engkau lakukan : “Jangan biarkan rantai kasih ini berhenti padamu.””

Di bawah lap itu terdapat empat lembar uang kertas $100 lagi. Wah, masih ada meja-meja yang harus dibersihkan, toples gula yang harus diisi, dan orang-orang yang harus dilayani, namun pelayan itu memutuskan untuk melakukannya esok hari saja. Malam itu ketika ia pulang ke rumah dan setelah semuanya beres ia naik ke ranjang. Ia memikirkan tentang uang itu dan apa yang telah ditulis oleh wanita itu. Bagaimana wanita baik hati itu tahu tentang berapa jumlah uang yang ia dan suaminya butuhkan? Dengan kelahiran bayinya bulan depan, sangat sulit mendapatkan uang yang cukup.

Ia tahu betapa suaminya kuatir tentang keadaan mereka, dan ketika suaminya sudah tertidur di sampingnya, pelayan wanita itu memberikan ciuman lembut dan berbisik lembut dan pelan, “Segalanya akan beres. Aku mengasihimu, Bryan Anderson!”

Ada pepatah lama yang berkata, “Berilah maka engkau diberi.” Hari ini saya mengirimkan kisah menyentuh ini dan saya harapkan anda meneruskannya. Biarkan terang kehidupan k ita bersinar. Jangan hapus kisah ini, jangan biarkan saja!

Kirimkan kepada teman-teman anda!

* Teman baik itu seperti bintang-bintang dilangit. Anda tidak selalu dapat melihatnya, namun anda tahu mereka selalu ada. *


Hidup Untuk Memberi

21Jul2009

Cerita yang bagus buat di bagi dan dilaksanakan… :) JBU

Di suatu sore hari pada saat aku pulang kantor dengan mengendarai sepeda motor, aku disuguhkan suatu drama kecil yang sangat menarik, seorang anak kecil berumur lebih kurang sepuluh tahun dengan sangat sigapnya menyalip di sela-sela kepadatan kendaraan di sebuah lampu merah perempatan jalan di Jakarta. Dengan membawa bungkusan yang cukup banyak diayunkannya sepeda berwarna biru muda, sambil membagikan bungkusan tersebut, ia menyapa akrab setiap orang, dari Tukang Koran, Penyapu jalan, Tuna Wisma, sampai Pak Polisi.

Pemandangan itu membuatku tertarik, pikiranku langsung melayang membayangkan apa yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya, apakah dia berjualan? Kalau dia berjualan apa mungkin seorang tuna wisma menjadi langganan tetapnya atau…??

Untuk membunuh rasa penasaranku, aku pun membuntuti si anak kecil tersebut sampai di seberang jalan, setelah itu aku langsung menyapa anak tersebut untuk aku ajak berbincang-bincang.

“De, boleh kakak bertanya?”

“Silakan Kak.”

“Kalau boleh tahu yang barusan adik bagikan ke tukang Koran, tukang sapu, peminta-minta bahkan Pak Polisi, itu apa?”

“Oh… itu bungkusan nasi dan sedikit lauk Kak, memang kenapa Kak?”

Dengan sedikit heran, sambil ia balik bertanya, “Oh…tidak.”

“Kakak cuma tertarik cara kamu membagikan bungkusan itu, kelihatan kamu sudah lama kenal dengan mereka?”

Lalu, adik kecil itu mulai bercerita, “Dulu, aku dan ibuku sama seperti mereka hanya seorang tuna wisma, setiap hari bekerja hanya mengharapkan belaskasihan banyak orang, dan seperti Kakak ketahui hidup di Jakarta begitu sulit, sampai kami sering tidak makan, waktu siang hari kami kepanasan dan waktu malam hari kami kedinginan ditambah lagi pada musim hujan kami sering kehujanan, apabila kami mengingat waktu dulu, kami sangat-sangat sedih, namun setelah ibuku membuka warung nasi, kehidupan keluarga kami mulai membaik. Maka dari itu, Ibu selalu mengingatkanku, bahwa masih banyak orang yang susah seperti kita dulu, jadi kalau saat ini kita diberi rejeki yang cukup, kenapa kita tidak dapat berbagi kepada mereka?”

Yang ibuku slalu katakan, “Hidup harus berarti buat banyak orang”, karena pada saat kita kembali kepada Sang Pencipta tidak ada yang kita bawa, hanya satu yang kita bawa yaitu kasih kepada sesama serta amal dan perbu atan baik kita, kalau hari ini kita bisa mengamalkan sesuatu yang baik buat banyak orang, kenapa kita harus tunda.

Karena menurut ibuku umur manusia terlalu singkat, hari ini kita memiliki segalanya, namun satu jam kemudian atau besok kita dipanggil Sang Pencipta, “Apa yang kita bawa?”

Kata-kata adik kecil ini sangat menusuk hati, saat itu juga aku merasa lebih bodoh dari anak kecil ini, aku malu dan sangat malu. “Ya Tuhan, Ampuni aku, ternyata kekayaan, kehebatan dan jabatan tidak mengantarku kepadaMu. Hanya kasih yang sempurna serta iman dan pengaharapan kepada-Mulah yang dapat mengiringku masuk ke surga. Terimah kasih adik kecil, kamu adalah malaikatku yang menyadarkan aku dari tidur nyenyakku…”

Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong, ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. kasih tidak berkesudahan. - 1 Kor.13 : 4-8a

Lakukanlah perkara-perkara kecil, dengan membagikan cerita ini kepada semua orang,
Semoga hasil yang didapat dari hal yang kecil ini berdampak besar buat banyak orang.

Author: Unknown

“When life gives you 100 reasons to cry show life that you have 1000 reasons to smile… Face your past without regret… Handle your present with confidence… Prepare for future without fear”


Jon

01Jul2009

Selasa siang itu Jon mengajakku untuk ‘ngopi' di kedai kopi yang biasa kami datangi. Jon baru bangun tidurnya kayaknya, karena pekerjaan Jon sebagai pembersih kantor (janitor) yang dilakukan pada malam hari. Maka pagi harinya dia harus tidur. Baru siang ini dia sempat bertemu denganku. Aku mengenal Jon sekitar setahun yang lalu. Jon berasal dari Filipina, maka dia dapat bergaul denganku. Mungkin kebiasaan atau kebudayaan kami masih mirip dari Asia Tenggara.

Kamipun ngobrol ‘ngalor ngidul' sambil tidak lupa menyeruput kopi kami. Aku mengenal Jon di gereja. Meski Jon tidak melayani tetapi dia sering datang ke gereja hampir setiap Minggu. Dia datang bersama dengan istri dan anaknya. Jon rupanya seseorang yang bukan pandai bergaul. Tetapi sebagai entah bagaimana kami berdua bisa ‘cocok'. Kami tidak merasa kaku untuk bercakap-cakap. Dan kebetulan kami juga suka minum kopi. Kadang jika pada bulan tua, Jon tidak mempunyai uang untuk jajan, aku membelikan dia segelas kopi. Dan kamipun ngobrol sambil ‘ngopi'.

Sejak Selasa siang pertemuanku di kedai kopi itu, sampai dua minggu ini aku belum bertemu lagi dengan Jon. Pada hari Minggu dia juga tak tampak di gereja. Aku bertanya kepada diaken gereja. Mereka tidak tahu akan kabar tentang Jon, tetapi mereka akan mengunjungi Jon dalam minggu ini.

Keesokkan hari, sebelum berangkat pergi bekerja aku membeli surat kabar pagi. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah foto kecil di halaman depan sebelah kiri surat kabar. Itu adalah foto Jon. Bibirku terasa panas tersengat oleh kopi yang kuminum. Jon masuk surat kabar. Jon mendapatkan hadiah undian 5 juta dollar. Aku tidak memperhatikan berita utama, tetapi aku cepat membaca kisah Jon yang memenangkan undian. Wah, 5 juta dollar bukan jumlah yang sedikit, pikirku. Aku pun turut senang kalau Jon mendapat uang 5 juta dollar. Tapi mengapa harus lewat undian, tanya dalam hatiku.

Apakah Jon yang kukenal di gereja itu seorang Kristen? Karena kukira orang Kristen tidak boleh membeli undian atau lotre. Pikiranku melayang, wah, bagaimana ya rasanya kalau aku memenangkan hadiah 5 juta dollar. Apa yang akan aku perbuat ? Kadang aku berpikir betapa enaknya mengantongi uang sebanyak itu dan setelah itu aku tidak perlu bekerja keras lagi. Aku mendepositokan uang itu dan makan bunganya. Aku hanya bekerja melayani Tuhan. Aahh ... pikiranku mulai berkhayal tidak keruan.

Seminggu kemudian aku bertemu dengan Jon kembali dengan tidak sengaja. Karena kami sekeluarga diundang menghadiri ulang tahun dari teman sekolah putriku. Pertemuanku yang tak sengaja itu membuatku gembira melihat Jon. Dan penampilan Jon tampak beda sekali. Dia memakai jas hitam yang keren serasi dengan sepatu pestanya, rambutnya yang mengkilat disisir dengan rapi, tampak kalung emas mengalungi lehernya, cincin emas terpasang di jari tangan kanannya.

Aku takkan mengenali Jon kalau kami bertemu di jalan. Dia sungguh beda. Aku merasa senang melihat penampilannya. Berbeda sekali ketika kami berdua sering minum kopi. Jon hanya mengenakan kaos oblong yang sederhana, sepatu olahraga dan topi hitamnya.

Jon melihat ke arahku. Aku pun menyapanya. Ke mana saja selama ini, aku bertanya. Dia tertawa lebar. Dan menjabat tanganku dengan percaya diri. Ternyata dia ke Disneyland bersama keluarganya selama 12 hari. Lihat nggak fotonya di surat kabar kemarin, tanyanya. Oh ya tentu dong. Aku pun mengucapkan selamat padanya. Dia hanya beruntung (lucky) katanya. Setelah itu dia berbicara dengan seorang pengusaha kayu di ujung ruangan. Aku hanya melihat, Jon memang tidak luput dari gejala kejiwaan OKM (Orang Kaya Mendadak). Dia menjadi bintang besar hari itu.

Beberapa bulan telah berlalu, aku tidak pernah bertemu lagi dengan Jon di gereja. Hari-hariku yang biasa ‘ngopi dan ngobrol' bersama Jon. Sekarang kuisi dengan ‘ngopi dan membaca buku' di kedai kopi yang sama pula. Jon tidak pernah datang lagi untuk ‘ngopi'. Dia mungkin sedang terbang berkeliling dunia. Sibuk membuat daftar beli. Aku dengar dia berencana membeli rumah mewah dengan enam kamar. Membeli mobil baru untuk dirinya sendiri dan istrinya. Membeli vila mewah untuk berlibur. Jon ingin membeli ini ... membeli itu .... Entah dimana sekarang Jon berada.

Hmmm ... terasa nikmat kopi yang baru kuhirup. Selintas aku memikirkan peristiwa Jon temanku itu. Bukankah aku kadang berdoa kepada Tuhan, betapa indahnya hidupku jika aku menyimpan sejumlah uang yang cukup banyak di bank. Aku tidak perlu kuatir lagi kalau suatu hari aku nanti dipecat dari pekerjaanku. Aku dapat memberi uang belanja yang lebih pada istriku dan mengajaknya berbelanja di pusat perbelanjaan yang mewah. Aku dapat membelikan mainan kepada anakku setiap waktu. Aku tidak perlu harus bangun tidur jam enam pagi setiap hari untuk berangkat kerja.

Apakah hidupku yang demikian akan membahagiakan diriku? Aku akan merasa senang? Istriku akan bahagia? Keluargaku akan harmonis? Apakah hal itu saja yang kucari dalam hidup ini? Uang atau harta yang akan memuaskan hatiku? Sering kudengar, seberapa banyak uangmu atau hartamu yang kau peroleh, hal itu tidak akan pernah memuaskan hatimu.

Aku teringat dengan ayat Alkitab yang mengatakan, celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh pernghiburan. Lukas 6:24. Apakah salah kalau aku kaya? Bukankah kalau aku kaya aku dapat melayani Tuhan dan menjadi berkat bagi banyak orang ?

Tapi aku juga teringat dengan cerita Alkitab anak muda yang kaya, yang pada akhirnya Tuhan Yesus berkata, "sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalama Kerajaan Surga." Ah... aku teringat peristiwa Jon. Memang benar, jika aku berada di posisi Jon, apakah aku masih dapat mengasihi Tuhan lebih dari mengasihi uangku ? Bukankah Tuhan Yesus berkata kepada murid-muridNya mengenai ornag muda yang kaya itu karena, orang muda itu tidak dapat meninggalkan uangnya. Hatinya telah direbut oleh uangnya, oleh keindahan material dunia yang dibeli dengan uangnya. Sehingga dia lebih mengasihi uangnya daripada Tuhan.

Kadang aku juga curiga, apakah aku berpikir demikian karena mungkin aku mempunyai perasaan iri hati kepada Jon ? Ah, tidak. Aku hanya membayangkan kalau diriku sekaya Jon sekarang ini. Apakah aku masih mengasihi Tuhan? Apakah aku dapat menggunakan uang itu untuk pekerjaan Tuhan, atau itu hanya lamunanku. Karena seringkali manusia berjanji, ‘aku ingin melayani Tuhan, aku ingin membiayai pekerjaan Tuhan dengan uangku', tetapi pada waktunya ketika uang ada ditangan, manusia mempunyai seribu satu alasan untuk tidak menepati janjinya.

Bisa jadi bukan? Jika Tuhan tidak memberikan berkatNya (uang) padaku, karena Dia tahu aku bakal lemah, melupakan Tuhan, meninggalkan Tuhan, ketika aku menerima berkat itu. Bukankah lebih baik aku dalam keadaan seperti ini yang tidak kekurangan maupun tidak berkelebihan tetapi aku masih mengasihi Tuhan dengan tulus. Keadaanku yang senantiasa membuatku tersadar akan berkat Tuhan yang berlimpah dalam hidupku setiap hari.

Aku hanya kehilangan Jon. Kehilangan waktu kami mengobrol. Kehilangan rasa persahabatan kami. Entah kapan aku dapat bertemu dengan Jon kembali. Semoga Jon masih tetap mengutamakan Tuhan dalam hidupnya yang telah berubah itu.


Alasan Untuk Memberi

22Dec2008

Saya sudah terlalu tua untuk mengingat masa Depresi Besar yang terjadi pada tahun 30-an. Selama beberapa tahun keluarga kami tidak memiliki mobil, saluran ledeng, ataupun listrik. Namun kami memiliki sebuah rumah, sebuah mata air di dekat situ, kamar mandi di luar rumah, kayu bakar, pakaian, dan makanan yang cukup. Miskinkah kami? Tidak, menurut standar waktu itu.

Namun untuk standar waktu sekarang kami pasti dianggap miskin dengan keadaan seperti itu. Berapa banyak uang yang harus dimiliki seseorang agar dianggap kaya? Dan berapa banyak uang yang harus diberikan seseorang agar dianggap dermawan?

Sangat sulit menjawabnya, bukan? Sebenarnya, tidak ada jawaban yang tepat untuk kedua pertanyaan itu. Rasul Paulus tidak membuat peraturan tentang seberapa besar seseorang harus memberi, dan juga tidak mengatakan bahwa hanya orang kaya yang harus memberi. Sebaliknya, ia menantang jemaat di Korintus dengan menceritakan kepada mereka tentang orang-orang percaya di Makedonia yang “sangat miskin” namun memberi “melampaui kemampuan mereka,” yakni “memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah” (2 Korintus 8:2-5).

Ia mengingatkan para pembaca suratnya akan Juruselamat mereka, Tuhan Yesus, yang mampu mengubah kemiskinan duniawi menjadi kekayaan surgawi supaya mereka menjadi kaya dalam kehidupan yang kekal. Lepas dari apakah kita merasa diri miskin atau kaya, kasih kita kepada Tuhan seharusnya menjadi alasan bagi kita untuk bersikap murah hati dalam hal memberi.


Laut Galilea & Laut Mati

24Nov2008

Di Palestina ada dua laut. Keduanya sangat berbeda. Yang satu dinamakan Laut Galilea, yaitu sebuah danau yang luas dengan air yang jernih dan bisa di minum.
Ikan dan manusia berenang dalam laut tersebut. Danau itu juga dikelilingi oleh ladang dan kebun hijau, banyak orang mendirikan rumah di sekitarnya.

Laut yang lain dinamakan Laut Mati, dan sungguh sesuai dgn namanya. Segala sesuatu yg ada didalamnya mati. Airnya sungguh asin sehingga kita bisa sakit jika meminumnya. Danau itu tidak ada ikannya dan tidak ada sesuatupun yang sanggup tumbuh di tepiannya. Tak juga ada orang yg ingin tinggal di sekitarnya, sebab baunya sangat tak sedap.

Jadi yang menarik tentang kedua laut itu adalah bahwa sungai yang mengalir ke keduanya adalah satu sungai. Trus, apa yang membuatnya kemudian jadi beda?Bedanya, laut yang satu menerima dan memberi (Galilea), sedang laut lainnya menerima dan menyimpannya saja (Laut mati).

Sungai Yordan mengalir ke Laut Galilea dan mengalir keluar dari dasar danau itu. Danau tersebut memanfaatkan air sungai Yordan dan kemudian meneruskannya kepada danau lain yg juga memanfaatkannya. Sungai Yordan kemudian mengalir ke Laut Mati namun tdk pernah keluar lagi. Laut Mati menyimpan air Sungai Yordan bagi dirinya sendiri. Hal itulah yang membuatnya mati : hanya menerima dan tidak mau memberi.

Semakin banyak Anda memberi, semakin banyak Anda akan menerima. The more you give, the more you get in return. Dalam marketing, ini mungkin disebut sebagai taktik public relations atau publicity. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, ini juga berlaku tanpa diselipi dengan iming-iming tertentu.

0 komentar: