CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 13 Januari 2010

Easter ( 5 )

Golgota : Relaitvitas, Kompromi & Dusta
Posted by Peak at 11:36:00 AM Labels: Easter
30Jun2009
Tuhan Yesus memang penuh kasih. Kasih-Nya luar biasa, dengan penuh kesabaran Ia membiarkan kisah kehidupan-Nya dijadikan komoditas yang mampu menghasilkan perak lebih dari tiga puluh keping. Sekarang makin banyak Yudas yang “menjual” Yesus. Mulai dari si novelis Dan Brown dengan novelnya Da Vinci Code hingga sang editor modern Rodolph Kasser yang sukses mengeruk perak dari “injil” Yudas, termasuk James M. Robinson yang bukunya The Secrets of Judas ikut laris terjual. Setidaknya Tuhan Yesus “memberkati” mereka melalui pelanggan baca, bukan?!? “Puji” Tuhan! Tapi sayangnya perak mereka tidak pernah disetor ke bait Tuhan. Tapi kalau toch disetor, Gereja pasti bingung menerimanya antara mau dan “bau” yang tak sedap.
Banyak “injil” baru, yang mulai published, ada injil Thomas, injil Maria Magdalena, injil Filipus, injil Orang Mesir bahkan injil kebenaran yang kemudian terkenal sebagai “kitab Jung” karena dipopulerkan oleh Carl Jung, psikolog terkenal itu. Yudas anak Simon asal Iskariot mendadak kembali populer, semenjak “injil Yudas” bisa dibeli. Yesus digugat dan Yudas dibela. Yesus “bersalah dan” Yudas “benar.” Yesus didakwa telah “memanfaatkan” kebaikan Yudas. Yesus didakwa mengorbankan Yudas demi obsesi-Nya. Yudas memang pahlawan dan Yesus?? Hebat, dakwaan yang spektakuler! Menggemparkan dunia. Getsemani dan Golgota rupanya sudah diulang kembali. Dunia memang menolak Kristus (Yoh.1:10).
Relativitas vs Otoritas
Pemutarbalikkan fakta adalah sifat Iblis, sejak kasus Eden, yang meraih puncaknya pada peristiwa dakwaan di Sanhedrin malam Jumat itu. Saksi palsu didatangkan, yang dengan gagah berani menyaksikan kepalsuan untuk orang yang pernah menyembuhkan, membangkitkan, memberikan roti gratis, mengusir setan bagi saudara-saudaranya bahkan mungkin juga dirinya. Aparat keamanan dan pejabat negeri terima suap dengan tanpa rasa malu. Kontrasnya, semua murid ketakutan dan lari menyaksikan Kristus dilucuti, dipecuti, diludahi dan dipisui.
Menyimak kebohongan dan kata kotor tanpa berbuat apa-apa menjadi jalan keluar yang lepas konflik. Bungkam terhadap kesalahan adalah jalan bijak nan aman. Play save-lah, jangan terlalu lurus nanti sepi teman. Kurang wajar akan menjadi status baru kalau terus mengikuti kebenaran. Inilah pelangi relativitas, TST, tahu sama tahu.
Tapi, sadarkah bahwa membiarkan kadangkala bisa disamakan sebagai tindakan pasif. Membiarkan rekan sekantor membuat nota palsu sama dengan ikut menandatangani secara diam-diam. Membiarkan teman segereja tidak bertanggung-jawab sama dengan merusak apa yang sudah ditata. Tapi, ada juga membiarkan yang aktif, namanya memanfaatkan. Membiarkan teman korupsi, supaya suatu kali kelak kalau kepepet … ya ikutlah. Membiarkan saudaranya berselingkuh, karena ada “kenikmatan” tersendiri dari relasi gelapnya entah ikut nggrayangi entah ikut kecipratan uang diam, hitung-hitung nambah rejeki.
Kristus adalah kebenaran. Sehingga di dalam Kristus berarti berada di dalam kebenaran. Ia mutlak tak bersalah, sehingga segala keputusan-Nya mutlak benar. Itulah sifat otoritas tertinggi. Ia, yang “Ada” (I am that I am, Yahweh), membuat ada dengan mutlak benar. Sehingga setiap keberadaan dibuat-Nya untuk benar. Tapi, kebenaran telah digeser oleh relativitas.
Iblis selalu menginspirasikan anti kebenaran mutlak dengan membuat kebenarannya sendiri, yaitu relativitas. Ia suka membolak-balik hukum. Tidak ada kepastian adalah sifatnya. Tidak jelas, warna kesukaannya. Itulah sebabnya, penyaliban Tuhan Yesus tidak jelas apa kesalahan-Nya selain karena alasan kedengkian para imam kepala (Mat.27:18; Mrk.15:10). Orang bisa lebih memilih Barabas, yang sudah terkenal kejahatannya, ketimbang Yesus yang terkenal belas kasihan dan kebaikannya. Cara menggeser kebenaran, dilakukan Iblis dengan cerdik. Pelan tapi pasti, dan malah menumbuhkan rasa simpati. Hidup yang tertib, dalam kebenaran, dianggap kaku dan kurang menyatu dengan lingkungan. Toleransi mengalahkan esensi. Hukum relativitas mengatasi otoritas.
Akibatnya, penghakiman terhadap penciptanya terjadi berulang lagi. Rasa bersalah telah pergi diganti dengan rasa benar yang mengandung relativitas tinggi. Kecerobohan dan keserakahan diabaikan, dilimpahkan sebagai kesalahan sang pencipta. Lumpur yang didesain untuk menopang daratan dikuras gara-gara bor kerakusan “lupa” dibungkus casing yang tepat, sehingga kerupuk udang sulit didapatkan lagi; yang salah ya Tuhan karena kenapa menciptakan lumpur. Unggas yang namanya burung, dibuat untuk menunjukkan pemeliharaan Tuhan baik yang seduit maupun yang kalau dikumpulkan bisa menambah income para peternak satu Triliun Rupiah, telah pergi dalam sekejap oleh karena instruksi pimpinan tanpa kesan ketajaman para ilmuwan; yang salah ya Tuhan kenapa menciptakan burung. Kereta api yang mustinya dimuseumkan di Ambarawa, menemani rekan-rekan seniornya dari Belanda dan Jerman, eh masih saja dipaksa menarik, ya jebol; yang salah ya keretanya eh salah … relnya … eh salah … masinisnya … eh salah … tukang jaga palang … eh salah … ya Tuhan kenapa membuat kereta …?
Kompromi dan Dusta
Membiarkan Iblis merasuk berarti kompromi dengan roh jahat. Pada saat Tuhan Yesus memanggil para rasul untuk diutus, kuasa untuk mengusir roh jahat telah diberikan (Mat 10:1,8). Jadi khan aneh kalau murid sekaliber Yudas bisa kerasukan setan (Yoh 13:27; Luk 22:3) selain membiarkan, entah aktif atau pasif, Iblis membisikkan rencana jahat dalam hatinya (Yoh 13:2).
Sejak awal Tuhan Yesus mengetahui bakal ada satu yang menjadi Iblis (Yoh 6:70-71). Berulang kali Tuhan Yesus mengingatkannya. Paling tidak pada waktu kebiasaanya mencuri uang diperingatkan melalui peristiwa Yesus diurapi dengan narwastu 300 Dinar (Yoh 12:1-8), bukannya menyesal malahan merencana menyerahkan Yesus (Mat 26:14-16) dan ironisnya hanya dengan 30 keping perak atau setara dengan 120 Dinar! Maaf ya, mental murahan dan munafik!
Kemudian pada waktu perjamuan makan malam terakhir. Di depan ke-12 murid-Nya, Yesus mengatakan bahwa ada seorang murid yang akan menyerahkan Dia (Mat 26:21), yang ditandai lebih dulu dengan mencelupkan tangannya bersama Dia (Mat 26:23). Lucunya justru Yudas bertanya, “Bukan aku, ya Rabi?” (Mat 26:25), padahal ia sudah berencana menyerahkan-Nya sebelumnya. Dan Yesus menjawab “engkau telah mengatakannya” sambil memberikan roti yang telah dicelupkan. Seketika setelah itu, Iblis merasuki Yudas. Tuhan Yesus masih sekali lagi memperingatkan, “apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera” (Yoh 13:27). Dan, masih sekali lagi, di taman Getsemani. Tuhan menanyakan soal makna ciumannya.
Seseorang yang kompromi dengan roh jahat sampai akhir akan berakhir dengan tragis. Kompromi, yang mengalahkan kebenaran, membuat peringatan Tuhan tidak berarti. Sejak semula Iblis bertujuan membunuh manusia (Yoh 8:44), dengan cara menjebak ke dalam dusta. Yudas sudah menuainya, dengan mengakhiri hidupnya dalam tipuan besar hingga Tuhan Yesus mengatakan celakalah orang yang menyerahkan-Nya dan lebih baik untuk tidak dilahirkan. Berbagai dusta diproduksi setiap hari. Hitung saja berapa kali jawaban, “saya tidak tahu” diucapkan demi amannya.
Akhirnya, matikanlah dalam dirimu, segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (Kol 3:5-6). SELAMAT PASKAH!
Pdt. Budimoeljono Reksosoesilo


0 comments Links to this post Send "Golgota : Relaitvitas, Kompromi & Dusta" to friends
Share |
Nail Scarred Hands
Posted by Peak at 1:28:00 PM Labels: Easter, EN - Reflection
29May2008

It’s one more time to remember the Nail Scarred Hands that has saved me from my sins and from eternal damnation into eternal life. The hands of a carpenter that was nailed to the cross… because of me. Sinless He might have been, He chose to bear the weight of a lost world on the cross, so that they might not perish. For He so loved the world, that He came to save those that was lost so that they might have eternal life. Look at the lives of the disciples, look at the life of one Zacchaeus, once a sinner but a sinner no more by the love of Christ.
Your love has captured me oh Lord. Your love has captivated me and compelled me to come to know You. Here I come once again oh Lord to renew my faith and my commitment in You. I’m sorry Lord if I have been deceived and led astray these last few weeks. Now I want to come home, come back to where You are. To where your Nail Scarred Hands will hug me and embrace me. To where your love will never end. I love You, Jesus.
This post is dedicated to Jesus Christ, my Lord and my Savior, on the day of rememberance that He died 2,000 years ago to save me from my sins. Thank you for your unending love, Jesus. Thank you for saving me from my sins.
Here I am, Lord, and I’m drowning in your sea of forgetfulness
The chains of yesterday surround me
I yearn for peace and rest
I don’t want to end up where You found me
And it echoes in my mind, keeps me awake tonight
I know You’ve cast my sin as far as the east is from the west
And I stand before You now as though I’ve never sinned
But today I feel like I’m just one mistake away from You leaving me this way
Jesus, can You show me just how far the east is from the west
‘cause I can’t bear to see the man I’ve been come rising up in me again
In the arms of Your mercy I find rest
‘cause You know just how far the east is from the west
From one scarred hand to the other
I start the day, the war begins, endless reminding of my sin
Time and time again Your truth is drowned out by the storm I’m in
Today I feel like I’m just one mistake away from You leaving me this way
I know You’ve washed me white, turned my darkness into light
I need Your peace to get me through, to get me through this night
I can’t live by what I feel, but by the truth Your word reveals
I’m not holding on to You, but You’re holding on to me
You’re holding on to me
Jesus, You know just how far the east is from the west
I don’t have to see the man I’ve been come rising up in me again
In the arms of Your mercy I find rest
‘cause You know just how far the east is from the west
From one scarred hand to the other
Lyrics from East To West by Casting Crowns


0 comments Links to this post Send "Nail Scarred Hands" to friends
Share |
Asal Mula Masa Prapaskah
Posted by Peak at 10:05:00 AM Labels: Easter
03Mar2008
Bagaimanakah asal-mula Masa Prapaskah? Apakah Gereja selalu merayakannya sebelum Paskah?
~ seorang pembaca di Falls Church

Masa Prapasakah merupakan masa istimewa untuk berdoa, bertobat, bermatiraga dan melakukan karya belas kasihan sebagai persiapan menyambut perayaan Paskah. Dalam kerinduannya untuk memperbaharui praktek-praktek liturgi Gereja, Konstitusi tentang Liturgi Kudus Konsili Vatikan II menyatakan, “Dua ciri khas Masa Prapaskah - mengenang atau mempersiapkan pembaptisan, dan membina tobat - haruslah diberi penekanan yang lebih besar dalam liturgi dan dalam katekese liturgi. Masa Prapaskah merupakan sarana Gereja dalam mempersiapkan umat beriman untuk merayakan Paskah, sementara mereka mendengarkan Sabda Tuhan dengan lebih sering dan meluangkan lebih banyak waktu untuk berdoa.” (no. 109).

Sejak masa awal Gereja, terdapat bukti akan adanya semacam masa persiapan menyambut Paskah. Sebagai contoh, St. Ireneus (wafat 203) menulis kepada Paus St. Victor I, perihal perayaan Paskah dan perbedaan-perbedaan dalam perayaannya antara Timur dan Barat, “Perbedaan tidak hanya sebatas hari, tetapi juga ciri puasa yang sesungguhnya. Sebagian berpendapat bahwa mereka wajib berpuasa selama satu hari, sebagian berpuasa selama dua hari, lainnya lebih lama lagi; sebagian menetapkan 'masa' mereka selama 40 jam. Berbagai perbedaan dalam perayaan tersebut bukan berasal dari masa kita, melainkan jauh sebelumnya, yaitu sejak masa para leluhur kita.” (Eusebius, Sejarah Gereja, V, 24). Ketika Rufinus menerjemahkan bagian berikut ini dari bahasa Yunani ke bahasa Latin, tanda baca yang dibubuhkan antara “40” dan “jam” menjadikan maknanya tampak seperti “40 hari, dua puluh empat jam sehari.” Namun demikian, maksud pernyataan di atas adalah bahwa sejak masa “para leluhur kita” - sebutan bagi para rasul - suatu masa persiapan selama 40 hari telah ada. Tetapi, praktek nyata dan lamanya Masa Prapaskah masih belum seragam di seluruh Gereja.

Masa Prapaskah diatur secara lebih mantap setelah legalisasi agama Kristen pada tahun 313. Konsili Nicea (tahun 325), dalam hukum kanonnya, mencatat bahwa dua sinode provincial haruslah diselenggarakan setiap tahun, “satu sebelum Masa Prapaskah selama 40 hari.” St. Atanasius (wafat 373) dalam “Surat-surat Festal” meminta umatnya melakukan puasa selama 40 hari sebelum puasa yang lebih khusuk selama Pekan Suci. St. Sirilus dari Yerusalem (wafat 386) dalam Pelajaran Katekese, mengajukan 18 instruksi sebelum pembaptisan yang diberikan kepada para katekumen selama Masa Prapaskah. St. Sirilus dari Alexandria (wafat 444) dalam serial “Surat-surat Festal” juga mencatat praktek dan lamanya Masa Prapaskah dengan menekankan masa puasa selama 40 hari. Dan akhirnya, Paus St. Leo (wafat 461) menyampaikan khotbahnya bahwa umat beriman wajib “melaksanakan puasa mereka sesuai tradisi Apostolik selama 40 hari”. Orang dapat menyimpulkan bahwa pada akhir abad keempat, masa persiapan selama 40 hari menyambut Paskah yang disebut sebagai Masa Prapaskah telah ada, dan bahwa doa dan puasa merupakan latihan-latihan rohaninya yang utama.

Tentu saja, angka “40” selalu mempunyai makna spiritual khusus sehubungan dengan persiapan. Di gunung Sinai, sebagai persiapan untuk menerima Sepuluh Perintah Allah, “Musa ada di sana bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air” (Kel 34:28). Elia berjalan selama “40 hari dan 40 malam” ke gunung Allah, yakni gunung Horeb (nama lain Sinai) (1 Raj 19:8). Dan yang terutama, Yesus berpuasa dan berdoa selama “40 hari dan 40 malam” di padang gurun sebelum Ia memulai pewartaan-Nya di hadapan orang banyak (Mat 4:2).

Begitu Masa Prapaskah selama 40 hari ditetapkan, perkembangan berikutnya adalah menyangkut berapa banyak puasa yang harus dilakukan. Di Yerusalem, misalnya, orang berpuasa selama 40 hari, mulai hari Senin hingga hari Jumat, tetapi tidak pada hari Sabtu dan hari Minggu, dengan demikian Masa Prapaskah berlangsung selama delapan minggu. Di Roma dan di Barat, orang berpuasa selama enam minggu, mulai hari Senin hingga hari Sabtu, dengan demikian Masa Prapaskah berlangsung selama enam minggu. Akhirnya, diberlakukan praktek puasa selama enam hari dalam satu minggu, selama masa enam minggu, dan Rabu Abu ditetapkan untuk menggenapkan hari-hari puasa sebelum Paskah menjadi 40 hari. Peraturan-peraturan puasa bervariasi pula.

Pertama, sebagian wilayah Gereja berpantang dari segala bentuk daging dan produk hewani, sementara yang lain berpantang makanan tertentu seperti ikan. Sebagai contoh, Paus St. Gregorius (wafat 604), menulis kepada St. Agustinus dari Canterbury, perihal peraturan berikut: “Kami berpantang lemak, daging, dan segala makanan yang berasal dari hewan seperti susu, keju dan telur.”

Kedua, peraturan umum adalah orang makan satu kali dalam satu hari, yaitu pada sore hari atau pada pukul 3 petang.

Peraturan-peraturan puasa Masa Prapaskah juga mengalami perkembangan. Pada akhirnya, makan sedikit pada waktu siang diperbolehkan guna menjaga daya tahan tubuh selama melakukan pekerjaan sehari-hari. Makan ikan diperbolehkan, dan akhirnya makan daging juga diperbolehkan sepanjang minggu kecuali pada hari Rabu Abu dan setiap hari Jumat. Dispensasi diberikan untuk mengkonsumsi produk-produk hewani jika orang melakukan kerja berat, dan akhirnya peraturan ini pun sepenuhnya dihapuskan.

Selama bertahun-tahun perubahan-perubahan terus dilakukan dalam merayakan Masa Prapaskah, menjadikan praktek kita sekarang tidak saja sederhana, tetapi juga ringan. Rabu Abu masih menandai dimulainya Masa Papaskah, yang berlangsung selama 40 hari, tidak termasuk hari Minggu. Peraturan-peraturan pantang dan puasa yang berlaku sekarang amatlah sederhana: Pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung, umat beriman berpuasa (makan kenyang hanya satu kali dalam sehari, ditambah makan sedikit untuk menjaga daya tahan tubuh) dan berpantang setiap hari Jumat selama Masa Prapaskah. Umat masih dianjurkan untuk “merelakan sesuatu” sesuatu selama Masa Prapaskah sebagai mati raga. (Catatan menarik adalah bahwa pada hari Minggu dan hari-hari raya, seperti Hari Raya St. Yusuf (19 Maret) dan Hari Raya Kabar Sukacita (25 Maret), orang bebas dan diperbolehkan makan / melakukan apa yang telah dikorbankan sebagai mati raga selama Masa Prapaskah).

Namun demikian, senantiasa diajarkan kepada saya, “Jika kamu berpantang sesuatu demi Tuhan, teguhkan hatimu. Janganlah berlaku seperti orang Farisi yang suka mencari-cari kesempatan.” Lagipula, penekanan haruslah dititikberatkan pada melakukan kegiatan-kegiatan rohani, seperti ikut serta dalam Jalan Salib, ambil bagian dalam Misa, adorasi di hadapan Sakramen Mahakudus, meluangkan waktu untuk berdoa secara prbadi, membaca bacaan-bacaan rohani, dan yang terutama menerima Sakramen Tobat dengan baik dan memperoleh absolusi. Meskipun praktek perayaan dapat berubah dan berkembang dari jaman ke jaman, namun fokus Masa Prapaskah tetap sama: yaitu menyesali dosa, memperbaharui iman, serta mempersiapkan diri menyambut perayaan sukacita misteri keselamatan kita.


Oleh: Romo William P. Saunders

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls.

sumber : “Straight Answers: History of Lent” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2002 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

Diperkenankan mengutip/menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”


0 comments Links to this post Send "Asal Mula Masa Prapaskah" to friends
Share |
Cinta Itu Buta
Posted by Peak at 9:46:00 AM Labels: Easter
01Mar2008
Banyak orang mengatakan bahwa cinta itu buta. Anda percaya? Kalau Anda tidak, saya percaya.
Ketika seorang pemuda jatuh cinta, ia tidak akan melihat gadis pujaannya itu berasal dari mana, apa pekerjaannya, bahkan sifat-sifat buruknya tidak akan diperhatikannya. Yang ia lihat hanya lah semua keelokan dan kebaikan si gadis, entah kecantikannya, kecerdasannya, atau kelemahlembut annya. Ia pun hanya memikirkan bagaimana caranya menyenangkan gadisnya atau membuat sang gadis menjadi miliknya. Ia tidak mempedulikan omongan miring dari teman-temannya tentang si gadis. Baginya, gadis itu begitu sempurna dan tak ada gadis lain yang dapat menandingi pujaan hatinya itu. Pokoknya gadis itu paling hebat!
Bagaimana kalau Tuhan jatuh cinta, ya? Barangkali cinta Tuhan kepada kita juga buta. Bagaimana tidak buta kalau Tuhan tidak lagi melihat sifat-sifat buruk yang ada pada kita. Bahkan sepertinya Dia lupa kalau kita sering mengkhianati-Nya. Tuhan tidak pernah berhenti mendekati kita. Meskipun kita sering kali menolak-Nya, Tuhan tetap saja datang dan mengulurkan tangan buat kita. Wah hebat betul Tuhan itu! Dia seperti seorang pemuda yang sudah berulang kali datang melamar gadis pujaan-Nya tetapi selalu ditolak. Biarpun lamaran-Nya diterima, Tuhan masih saja dikhianati, dibohongi. Saya kadang berpikir, kok bisa-bisanya Tuhan itu begitu sabar terhadap kita.
Coba hitung, dalam sehari berapa kali kita tidak jujur kepada Tuhan? Sudah berapa kata ejekan yang kita ucapkan kepada sesama? Sudah berapa orang yang kita benci? Atau sudah berapa kali kita merusak dan mengabaikan ciptaan-Nya? Rasanya kita terlalu sering berlaku tidak adil pada Tuhan. Coba bandingkan, jika kita menyimpan barang pemberian kekasih kita dengan begitu baik, apa yang telah kita lakukan dengan alam pemberian Tuhan ini? Tuhan menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Dia sungguh-sungguh tulus memberi kita alam yang begitu indah. Namun ternyata kita dengan enak merusaknya sehingga tidak heran jika terjadi bencana alam di mana-mana. Yang banjir lah, tanah longsorlah, wah ... macam-macam saja ulah kita ini! Namun Tuhan begitu setia kepada kita.
Paskah membuktikan bahwa kita sangat dicintai Tuhan. Dengan merayakan Paskah kita mengenangkan kebesaran dan keagungan cinta-Nya. Namun rasa-rasanya tidak cukup jika kita hanya datang ke gereja, mengikuti perayaan Paskah, lalu pulang begitu saja. Satu hal penting yang dapat kita lakukan adalah mengubah sikap hidup kita. Mari kita tanggalkan manusia lama kita yang ogah-ogahan menanggapi cinta Tuhan. Seandainya saja Tuhan merasa kita berlaku tidak adil dalam membalas cinta-Nya, apakah kita mau dan siap di-"putus" oleh Tuhan?
Oleh: C. Krismariana


0 comments Links to this post Send "Cinta Itu Buta" to friends
Share |
KASIH seperti Apa?
Posted by Peak at 9:16:00 AM Labels: Easter
Sebentar lagi seluruh orang Kristen didunia akan merayakan PASKAH. Perayaan Paskah biasanya dimulai dari perenungan atas penderitaan Yesus diperadilan Mahkamah Agama, Pilatus, Herodes, dilanjutkan dengan berbagai siksaan menuju bukit Tengkorak (Golgota) dan saat-saat menjelang kematiannya serta kematianNYA di kayu salib.

Dilanjutkan dengan berita sukacita dan kemenanganNYA dengan kebangkitanNYA dari antara orang mati, yang biasanya diawali dengan kisah Maria yang hendak menjiarahi makam Tuhan Yesus.

Ada sebagian orang percaya menambahkan perenungan makna Paskah dimulai dari kedatangan Yesus ke Jerusalem yang dielu-elukan, perjamuan makan malam
terakhir serta pergumulan Yesus yang luar biasa ditaman Getsemani. Sebagian lagi menambahkan ingatannya dengan peristiwa penampakan Yesus kepada murid-muridnya sampai pada kenaikanNYA ke Sorga dengan sisipan pesan Amanat Agung Tuhan Yesus.

Menjelang Paskah ini, saya mengajak kita merenungkan apa yang mendasari semua peristiwa dan pengorbanan Yesus itu semua. Satu kata yang saya ingin kita renungkan adalah KASIH. Kasih seperti apa yang mendasari peristiwa kelahiran Yesus sampai dengan KebangkitanNYA.

Dalam Yohanes 3: 16 kita menemukan suatu statement yang agung tentang kasih ALLAH Bapa kepada kita dalam kalimat “Karena begitu besarnya Kasih ALLAH pada kita, sehingga dikaruniakanNYA AnakNya yang tunggal, supaya barang siapa percaya tidak binasa, melainkan dapat hidup kekal”.

Apa uniknya peristiwa ini? Saat ini banyak sekali Orangtua yang bersedia menjual anaknya demi sedikit uang? Ada yang tega membunuh anaknya demi menutupi aibnya? Tidak jarang orangtua meninggalkan anaknya ditempat-tempat penampungan, bahkan sengaja membuangnya?

Bila kita bertanya kepada Bill Gate, maukah engkau menjual anakmu kepadaku? Aku bersedia membelinya dengan harga yang termahal yang mampu aku bayar. Maukah Bill Gate menjual anaknya? Saya percaya Bill Gate tidak akan bersedia menyerahkan anaknya.

Bila kita bertanya pada George W. Bush, maukah engkau menyerahkan anakmu kepadaku? Sebagai gantinya, engkau bisa meminta apa saja yang dapat kuberikan? Saya percaya juga, siapapun yang memintanya tidak akan diberikannya.

Tidak heran bila di Alkitab ada seorang Bapa yang luar biasa, mau menyerahkan anaknya kepada ALLAH yang memberikannya kepadanya sebagai korban, mendapat predikat Bapanya orang beriman. Abraham adalah sosok dan symbol seorang Bapak yang sangat mengasihi anaknya namun percaya sepenuhnya kepada kehendak dan KASIH ALLAH penciptanya.

Oleh karena keteladanan dan kerelaannya, Abraham dipilih sebagai bapak moyang dari keturunan yang akan melahirkan AnakNYA, yang benar-benar dikorbankan sebagai penebus dosa manusia.

Keunikan dari peristiwa ini ada 2, yaitu siapa sang BAPA dan ANAKNYA ini.

Yang pertama sang BAPA. ALLAH adalah BAPA yang MAHA KUASA, MAHA KAYA. Jauh melebihi Bill Gate dan George W. Bush saat ini. Jika BG, GWB bahkan Berman R. Sitorus pun tidak bersedia menyerahkan atau menjual anaknya demi kepentingan orang lain, tentulah sangat berat bagi ALLAH BAPA menyerahkan AnakNya sebagai penebus dan pengganti manusia yang seharusnya dihukumNYA.

Jika ada yang bisa menggantikan ANAK, maka saya percaya BAPA akan menciptkan, memberikan, menggantikannya. Bukankah DIA MAHA KUASA? Tidak mampukah DIA menciptakan sesuatu yang bisa Menggantikan YESUS? Bukankah DIA MAHA KAYA, tidak sanggupkah DIA membeli sesuatu yang bisa menggantikan
YESUS?

Selanjutnya mari kita melihat sosok anak yang dikorbankan. Anak seperti apa yang diserahkan ini? Banyak orangtua bersedia menyerahkan anaknya dipakai Tuhan menjadi pelayanNya, tapi kalau bisa jangan anak yang no. 1, jangan yang pintar dan berkwalitas unggul. Yang bandel atau yang kwalitas 2 atau 3 saja. Sayang sekali bila yang kwalitas 1 menjadi pelayan atau hamba Tuhan.

Syukurlah kita mengenal tokoh Hana, ibunda Samuel yang luar biasa. Bersedia menyerahkan Samuel anak yang dinginkannya, yang didambakannya. Namun karena dia sadar betul, bahwa Samuel anak kesayangannya, anak yang pertama lahir dari rahimnya adalah milik Tuhan. Dengan sukacita dipersembahkannya kepada TUHAN.

Puji Tuhan pemberian Hana, ibunda Samuel menjadi suatu persembahan yang harum dihadapan ALLAH, yang olehnya manusia banyak diberkati dan ALLAH berkarya secara luar biasa. Samuel adalah IMAM yang terakhir, yang menghantarkan bangsa Israel pada masa transisi kesistim pemerintahan yang baru, yang mengurapi Daud menjadi Raja Israel, yang dengan berani menggantikan Saul yang sedang berkuasa namun ditolak oleh Tuhan.

Yang kedua YESUS sang Anak. Siapakah Anak ini? Anak yang diserahkan oleh BapaNYA, luar biasakah dia? Dalam Yohanes 14:6, Anak ini mendeskripsikan dirinya dengan sangat jelas dan tegas. “AKUlah JALAN, KEBENARAN dan HIDUP, tidak ada seorangpun yang sampai kepada Bapa jikalau tidak melalui AKU”.

Anak ini, yaitu YESUS adalah JALAN. Jalan menuju Harta karun terindah dan yang tak ternilai, jalan menuju Sorga, rumah BapaNYA. Alangkah hebatnya dan tak ternilainya nilai dari Anak yang dipersembahlan Bapanya bagi kita.

Anak ini adalah Kebenaran, suatu Kebenaran yang hakiki dan tidak berubah dari dahulu sampai sekarang. Kebenaran yang tidak ada bandingannya didunia, sesuatu yang sangat mulia dan berharga, yang tidak akan pernah berubah oleh apapun.

Anak ini, yaitu YESUS adalah HIDUP. HIDUP yang kekal yang tidak akan pernah BINASA. HIDUP itu, yaitu Anak itu yang diberikan kepada kita yang tadinya Mati dan menuju kekebinasaan yang kekal. Oleh pemberian Anak ini, dihidupkan kembali bersama-sama dengan DIA kedalam Hidup yang kekal.

Oh alangkah indahnya Kasih Allah Bapa dalam Yesus Kristus anakNya yang dianugerahkan kepada kita. Janganlah kita sia-siakan dan kita nistakan dengan segala kehinaan kita, dengan hidup sembarangan.

Ibarat sebuah Mutiara atau Berlian yang sangat indah, murni dan berharga, masakan kita pasangkan diatas cincin imitasi yang murahan, tidakkah kita bersedia mencari dan membeli emas yang murni? Agar nilai Berlian dan Mutiara itu tidak menjadi hampa dan tidak bernilai, atau malah dipandang rendah dan palsu dihadapan mereka yang melihatnya?

Bila digabungkan dengan proses dan harga yang dibayar oleh sang ANAK, Yesus Kristus menebus kita yang digambarkan dari peristiwa pergumulan ditaman Getsemani, Peradilan dan siksaan serta puncaknya di kematian diatas Kayu Salib yang hina, serta turun kedalam alam maut, kematian akibat dosa-dosa kita.

Kasih seperti apakah yang diberikan oleh BAPA dan AnakNYA, Yesus Kristus kepada kita? Kasih seperti apakah yang sudah kita terima?

Mari kita renungkan dan kita persembahkan kepadaNYA yang terlebih dahulu mengasihi kita, kasih seperti apa yang sepantasnya kita berikan?

Menyambut Jumat Agung dan perayaan Paskah, kiranya renungan tentang “Kasih seperti Apa?” ini dapat membantu kita melihat sudah seperti apa kasih kita kepadaNYA.

Kasih seperti apa pula yang sudah kita berikan kepada mereka-mereka yang kita kasihi? Suami/Istri, Ayah dan Bunda, Anak, abang/kakak/ adik, ponakan, jemaat dan sesame kita.

Salam kasih,
Berman R. SItorus


0 comments Links to this post Send "KASIH seperti Apa?" to friends
Share |
Newer Posts Older Posts Home
Subscribe to: Posts (Atom)

0 komentar: